Bersahabat dengan Masalah
Disclaimer
Postingan ini hanyalah pandangan tentang hidup yang dikemukakan oleh beberapa orang, termasuk diri saya.
Maaf jika ada yang tak sesuai dengan aturan, mungkin terkesan sok dewasa dan sok bijak, tapi itulah memang adanya. Hehe …
Meski pun lebih bersifat curhat, diharapkan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan menyikapi hidup yang penuh dengan masalah ini.
Hidup itu indah (Zaskia)
Hidup itu bagai perjalanan menuju puncak. Naik, turun, namun pada kenyataannya kita sedang menanjak. Dan ketika telah berada di puncak, menuju penurunan dengan jalanan yang masih terasa naik dan turun. (Agnes Monica)
Dan hidup itu hanyalah sekedar permainan (Al-Qur’an)
Hidup hanyalah perjalanan masa ke masa dengan kisah dan masalah di dalamnya (Abied)
Masalah, *menurut Metodologi Penelitian* adalah Gap (jarak) antara harapan dengan kenyataan yang terjadi.
Sebesar apapun masalah, kita selalu bisa menghadapinya. Buktinya? Ketika SD kita menganggap bahwa pelajaran SMP sangatlah sulit, tapi ternyata setelah sampai pada jenjang itu, kekhawatiran kita justru tidak terjadi. Begitu selanjutnya. Anak SD menganggap bahwa menjadi siswa SMP itu sulit, tugasnya banyak. Anak SMP menganggap siswa SMA berat, Pe-eRnya seabrek. Siswa SMA menganggap bahwa menjadi mahasiswa sangat sulit. Bayar banyak, tugas numpuk, pacar minta kawin, dan seterusnya. dan seterusnya. Menghadapi tidak bermakna selalu bisa menyelesaikan. Yang terjadi memang seperti ini. Karena ternyata, kekhawatiran kita akan sesuatu *yang mungkin kadang berlebihan*, justru akhirnya tidak terjadi.
Apa yang kita rasakan ketika mempunyai masalah ? Biasanya kita akan berkata *meski dalam hati* :
- Masalah saya adalah masalah yang paling berat. Orang yang berkata seperti itu, adalah orang yang tak pernah ingin tahu masalah orang lain. Orang yang egois. Merasa dirinya paling benar. Mengapa? Ketika saya berkata bahwa masalah saya lah yang paling berat, tentu saja hal itu terjadi karena saya tak peduli dengan masalah orang lain atau juga karena tidak pernah merasakan masalah orang lain. Ketika hari ini misalnya, saya terlambat makan siang, saya akan mengeluh, hal ini terjadi karena saya tak pernah merasakan betapa sakitnya perut tidak makan selama 2 hari. Hehe …
- Saya adalah orang yang paling menderita di dunia ini. Ini sifat manusia yang selalu ingin jadi nomor satu. Kalau ceritanya baik, kita selalu ingin jadi nomor satu. Kalau ceritanya sedih pun, kita selalu ingin jadi nomor satu. Ketika bercerita tentang kebahagiaan, kita selalu ingin berkata : Mmmm … kalau saya nggak begitu, saya … *menceritakan kisah yang dianggap lebih berbahagia*.Tapi ketika ceritanya sedih, kita berkata : Kamu baru begitu, saya dulu … *menceritakan kisah yang dianggap lebih sedih dari yang dipaparkan*
- Saya adalah orang yang tak pernah merasakan kebahagiaan. Ini tipe orang yang kurang bersyukur terhadap apa yang pernah dinikmati dan dimilikinya. Ketika jatuh cinta, selalu tertanam dalam hati : Aku lah orang paling berbahagia di dunia ini. Tapi ketika tiba saat kita bermasalah bersama pacar *sedikit saja*, akan hilang semua kebahagiaan. Kemudian muncul sumpah serapah dan ucapan yang tak pantas dari bibir kita. Aku tak pernah merasakan kebahagiaan!
- Hidup saya tak pernah terlepas dari masalah. Sifat ini hampir sama dengan yang nomor 3. Bedanya, orang ini kadang justru memang tidak pernah merasakan kebahagiaan secara nyata. Makanya, pandangannya adalah bukti kepesimisan menghadapi hidup.
- Saya berjanji akan lebih berbakti pada Tuhan jika masalah saya dapat diselesaikan. Orang seperti ini adalah pengobral janji. Tak heran jika tiap masalah yang muncul akan membuat dirinya baik. Menjadi baik karena tuntutannya dipenuhi. Biasanya, sesuai dengan pepatah : Ada uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang. Kalau ada masalah, dekat dengan Ilahi, kalau tak ada masalah : Terserah Guwe Lah !
- Ah, masalah kan ajang untuk meningkatkan kualitas diri. Tipe manusia pebelajar sejati. Menjadikan masalah sebagai tantangan. Rintangan dan hambatan baginya adalah ajang mengasah keterampilan diri. Mengetahui kemampuan diri dan selalu berusaha untuk belajar dari orang lain.
Ketika kita memilih untuk tetap hidup, berarti kita telah memilih untuk selalu menghadapi masalah yang satu menuju masalah yang lain. Pada beberapa teman yang meminta saran tentang masalahnya, selalu saya katakan, bahwa ada hikmah di balik setiap masalah yang terjadi. Yakinkan saja, Tuhan tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia-sia, termasuk masalah.
Kadang hidup saya rasakan seperti masa yang dilalui anak sekolah. Ketika selesai belajar selama 1 semester, ada ujian semester. Ujian ini menjadi syarat untuk melanjutkan ke level kelas yang berada di atasnya. Setelah sekian tahun dilalui, ada ujian akhir untuk menentukan apakah ia lulus pada jenjang yang dilalui. SD misalnya. Setelah itu lanjut lagi ke SMP, SMA, Perguruan Tinggi. Makin tinggi level sekolahnya, makin berat ujian yang mesti dilalui.
Setelah tamat SD kita hanya akan berfikir, lanjut ke SMP tidak ya? SMP atau MTs ya?
Setelah tamat SMP kita akan berfikir lebih berat dibanding ketika SD. Lanjut tidak ya? SMA atau SMK? atau MA? Jurusan apa ya?
Dan pemirsa, setelah SMA, ternyata masalah yang dihadapi akan lebih besar. Lanjut tidak ya? Perguruan Tinggi Swasta atau Negeri ya? Kursus? Institut? Akademi? Sekolah Tinggi? D1? D2? D3? S1? Jurusan? Ekonomi? Agama? Matematika? Kedokteran?Merried?
Jika anak tamatan SMA merasa bahwa dirinya telah melampaui masalah yang besar, maka Mahasiswa Lulusan sebuah perguruan tinggi justru akan dihadapkan pada masalah yang lebih-lebih besar lagi. Ketika selesai kuliah mesti berfikir tentang karir. Mesti kerja dimana, ngelamar dimana. Apalagi jika itu sudah dihubungkan lagi dengan masalah pasangan hidup. Yakin, pasti akan lebih besar lagi.
Dan itu ternyata belum apa-apa. Setelah menikah, masalah yang muncul akan lebih-lebih-lebih besar. Kita kan menjadi suami, orang tua dari anak-anak kita, yang perlu selalu belajar menjadi teladan. Makanan, pakaian, pendidikan, agama, semua bakal jadi tanggung jawab kita. Lha kalo’ kita termasuk orang tua yang gentar menghadapi masalah, bagaimana kehidupan generasi setelah kita?
Halah, postingan sok dewasa ini semoga bisa menjadi pelajaran bagi diri saya sendiri. Hidup yang penuh masalah mestinya bisa menjadi indah seperti kata Zaskia. Bisa menjadi bak perjalanan yang menyenangkan menurut Agnes. Bisa menjadi permainan, bukanlah sebuah keabadian. Ketika hari ini menang, mungkin besok kalah *Dewa19*, hari ini naik, besok turun, maju, mundur.
Yang paling penting ketika bermasalah adalah : Bagaimana mengubah masalah menjadi tantangan!
Hidup adalah modal menuju hari depan. Dunia ke-dua yang menuntut tanggung jawab sebenar-benarnya dari kita. Tanpa Korupsi Pahala, Tanpa kolusi dengan Malaikat, tanpa Nepotisme dengan Penjaga Surga. Hanya ada kita dan segala amalan kita.
Semoga esok makin baik! Amin …
*Teruntuk dua orang temanku yang mungkin masih diselimuti masalah! Moga cepet kelar! Life must go on eui!
** Mata pelajaran masalah ini tidak ada dalam matematika, maka mohon ampuni saya jika ternyata terjadi kesalahan di dalam pemaparannya. Jika tidak, maka pasti saya akan dipenjara *karena termasuk orang yang salah*