Musibah Perjalanan

Perjalanan ke Jeneponto kali ini terasa berbeda dari biasanya. Sejak naik ke bus AKDP pukul 21.00 WIB tadi, perutku terasa mual. Padahal perjalanan belum sampai satu setengah jam. Kenyamanan mobil ini tidak terasa, mungkin karena gaya berkendara pak supir terlalu ugal-ugalan. Hmm .. Obat anti mabok juga sebenarnya sudah kuminum setengah jam sebelum perjalanan. Hahai. Dah segede ini masih juga mengkonsumsi obat gituan. Maklum, telah lebih dari setengah tahun aku tak berkendara dengan jarak sejauh ini lagi. Lumayan sih, perjalananku dari Bone-Bone ke Jeneponto memang akan sangat melelahkan. Bone-Bone ke Makassar akan menempuh jarak sekitar 500 Km, Makassar ke Jeneponto sekitar 120 Km. Jauh. Aku sengaja memilih bus yang berangkat lebih malam, dengan harapan dapat tidur ternyenyak dalam mobil tanpa kelelahan, dan terbangun ketika mobil telah sampai tujuan. Diantara bus yang berangkat dengan tujuan yang sama dari kotaku, ada yang berangkat sejak pukul 17.00. Biasanya bus yang lumayan tua, menghindari terlambat sampai di tujuan.

Kali ini memang berbeda. Benar-benar berbeda. Perjalanan ini tidak kujalani sendiri, seorang gadis manis duduk di sampingku, pada kursi luas berukuran lebih dari 1,25 meter dengan sandaran yang dapat diatur kemiringannya.  Ia duduk tepat di samping kiriku, dengan batas antara kami tak terukur dengan meteran. Hanya sekitar beberapa senti saja. Biasanya menempuh perjalanan ke Makassar adalah masa untuk merenung dan introspeksi. Selalu ada perasaan sedih ketika harus mengendarai bus besar. Ya … Itu murni berhubungan dengan perpisahan. Bahkan, seperti ada sebuah sindrom yang menguasai hati ketika melihat bus melaju. Ia memisahkan antara seseorang dengan orang lain yang dicintainya. Ibu dengan anaknya yang akan sekolah, kakak dengan adik, mertua dengan menantunya, kekasih dengan kekasih.

Baca Juga :  Makassar

Terhenyak. Aku pun dalam kondisi yang sama. Gadis manis di sampingku kini adalah istriku. Ia sepertinya sedang memendam kesedihan. Sejak menginjakkan kaki di barisan orang-orang asing ini, ia lebih sering terdiam. Mungkin juga mengalami hal yang sama denganku dua tiga tahun silam. Sindrom perpisahan.  Sebulan ke depan kami tak akan berjumpa. Kami sepakat untuk berpisah sementara, bukan karena masalah keluarga. Ini demi Abied Junior. Kepergian istri ke kampung halamannya, Jeneponto, hanyalah untuk proses kelahiran sang buah hati. Aku merelakan saja. Sebagai suami yang baik, hanya ada keinginan untuk memberikan kebahagiaan bagi pasangan. Hmmm … Meski ternyata ini sangat memilukan. :-(

Perjalanan baru sekitar satu jam ketika bus berhenti di kota Palopo. Mual yang saya rasakan tak dapat tertahan. Kebetulan saat itu mobil berhenti di Perwakilan setempat, secepat kilat saya mengajak istri untuk ke toilet yang terletak tak jauh dari tempat parkir. Daripada membiarkan mual mendera perut, saya memilih untuk memberikan rangsangan pada leher dengan sengaja mengurutnya. Berharap mual dapat dikeluarkan. Berhasil. Ternyata ini terjadi karena siang tadi terlalu banyak mengkonsumsi durian. Hahai. Kemarin-kemarin sering beri wejangan ke Ibu Mertua tentang perjalanan jauh, kataku : “Kalo mau perjalanan jauh, jangan makan yang menimbulkan bau tajam. Misalnya telur, nangka, durian”. Wew, malah saya yang ternyata mengalaminya. :-D

Perjalanan dilanjutkan. Alhamdulillah, kini dengan perasaan yang lebih lega. Mual yang tadinya terasa, berganti dengan rasa kantuk yang teramat sangat. Mungkin ini reaksi dari obat anti mabuk yang saya minum sebelumnya (mungkin saja efeknya terasa meskipun obatnya dah keluar bersama mual).

Baru saja tertidur, kudengar suara beberapa penumpang di baris depan riuh ramai. Berteriak dan mengaduh … Kubuka mata dengan cepat. Posisi dudukku memungkinkan aku melihat secara keseluruhan barisan depan mobil, supir dan apa yang ada di hadapannya.

Baca Juga :  Ngurus Sertifikat

*Gubrakk*

Bus yang kutumpangi menabrak bagian belakang bus lain yang tiba-tiba nge-rem mendadak. Supir tak dapat mengendalikan bus dan akhirnya memilih untuk membanting setir ke kanan. Seketika itu kulingkarkan tanganku memeluk istri yang juga terbangun dari tidurnya. Kaget ketika benturan awal terjadi. Aku menutup mata. Sejenak terbersit perasaan aneh, yang sedikit kalap dan tak mampu berpikir apa-apa. Sepertinya ini yang disebut dengan shock. Beberapa detik kemudian mobil berhenti, masih juga diakhiri dengan benturan. Sepertinya menabrak benda lain.

Suara penumpang makin ramai. Kulihat suasana kiri kanan hanya gelap. Mesin mobil telah mati. Kurasakan posisi dudukku miring ke kanan. Ternyata bus hampir saja terbalik.

Bersambung …

MasBied.com

About MasBied.com

Just Another Personal Blog