Bicara Politik?! No…

Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden sudah mendaftar di KPU kemarin. Hari ini, lini masa sosial media sudah penuh dengan bahasan tentang Pemilu. Teman-teman yang dulu hanyalah rakyat biasa, pegawai kantoran, ibu rumah tangga, tukang taman, guru ngaji, hingga jomblo high quality, tetiba jadi politisi paling mahir. :lol:

Kebanyakan orang awam ini curhat tentang pandangannya terkait pasangan capres cawapres yang sudah memproklamirkan diri itu. Juga, tak sedikit yang kemudian menjadi pengamat dadakan, merasa menjadi tim pemenangan, bahkan merasa pengetahuannya lebih hebat dari google, yang tugasnya memenangkan calon pasangan dukungan mereka. Sayangnya, ini seperti adegan dalam film The Beautiful Mind, dimana tokoh utama merasa sedang memperjuangkan keselamatan bangsa tapi ternyata di akhir baru sadar bahwa semua yang terjadi adalah fatamorgana, hanya ada dalam imajinasinya saja. :D

Saya sendiri, sebagai seorang guru, pantang untuk ikut dalam politik praktis. Abdi negara harus netral.

Saya bersyukur juga karena Tuhan tidak memberikan saya sikap fanatik terhadap orang, tokoh, barang atau apapun.

Kasus 1 :

Dua tahun lalu saya mendukung Rossi di arena MotoGP. Tapi karena Rossi selalu kalah dari Marquez, tahun ini saya berubah mendukung Marquez. Kenapa? Ya malas saja dukung yang nggak juara. Dukung yang sudah pasti juara saja lah.

Kasus 2 :

Waktu piala dunia, saya sama sekali tak mendukung negara mana pun untuk menjadi juara. Saya update semua berita pertandingan, dan menonton berbagai pertandingan penting di fase grup dan fase gugur.

Tiap kali mulai menonton, saya cuma mengamati saja. Begitu waktu pertandingan sudah hampir habis, dan sebuah tim dipastikan hampir menang, saya mendukungnya. :mrgreen:

Yang aneh. Jika di babak pertama ada tim yang sudah unggul, saya langsung dukung saja. Tapi jika kemudian di jelang menit akhir babak kedua tim tersebut kalah, ya saya pindah dukungan. Apa susahnya?! Gak bayar kan kalo pindah dukungan. WKwkw …

Baca Juga :  Kita Butuh Uya Kuya untuk Mengurangi Segala Jenis Kejahatan di Indonesia!

Kasus 3 :

Di pemilu 2014, saya tak mendukung menggembar-gemborkan siapa pun untuk jadi juara. Dalam hati ada sih kecenderungan terhadap sepasang calon, tapi tak membuat saya menuliskannya di media sosial.

Saya menyimpannya dalam hati saja.

Kenapa?

Saya tau, di semua sosial media yang saya miliki, teman-teman saya terbagi dalam 2 kubu pendukung. Yang satu mendukung nomor ini, satunya lagi mendukung calon itu.

Dan karena pada dasarnya orang baik, saya tak ingin menyakiti hati siapa pun. Saya memilih diam.

Saya tak akan menjelekkan satu calon hanya untuk menyenangkan perasaan saya sendiri, sementara di luar sana ada puluhan, ratusan bahkan ribuan teman yang membaca status saya, dan akan merasa sakit hati jika calon dukungan mereka direndahkan. Bukan begitu?!

***

Fanatisme itu dipenuhi dengan dengki dan sakit hati kawan!

Dan saya tak mau menghabiskan waktu dan energi untuk hal-hal yang tak memberi pengaruh besar dalam hidup saya.

Saya tau banyak teman yang sejak Presiden periode 2014 lalu terpilih, hingga hari ini kerjanya masih memberikan komentar negatif. Saya juga tau, konflik pendukung 2 pasangan calon presiden ini tak akan selesai bahkan hingga 2024 nanti.

Sungguh sebuah kesia-siaan.

Mereka hanya tak sadar bahwa dunia politik ini begitu piciknya.
Sekarang jadi lawan, besok jadi kawan.
Tak ada teman yang abadi dalam politik, yang ada hanyalah kepentingan abadi.

Hari ini kita mendukung salah satu calon secara membabi buta, menganalisis tanpa data, membuat statemen tanpa pikir panjang. Kadang, hingga membuat kita putus silaturahmi dengan teman tetangga saudara.

Padahal, mereka yang sekarang adalah lawan politik, besok atau lusa akan bergandengan tangan.

Kita?! Masih juga bertengkar bersitegang.

Baca Juga :  Penyesalan

Dukung ya dukung, tapi santai saja. Pemilu masih April 2019.

Jangan habiskan waktumu untuk menyakiti dan disakiti. :D

Yah …

Begitulah dunia maya.

Saya?!

Tidak!

Saya cuma guru matematika biasa, yang tak punya kemampuan bicara tentang politik.

Saya menikmati waktu lebih banyak dengan keluarga, tanpa harus berdebat tentang siapa yang menang, siapa yang benar, siapa yang lebih baik.

Hidup mesti indah bukan?!

Selama masih bisa cari makan, kerja dapat duit, ya oke-oke saja. Siapa pun presidennya sarapan saya masih nasi goreng + telur, atau sesekali mie sedaap rasa coto. :mrgreen:

MasBied.com

About MasBied.com

Just Another Personal Blog